SAATNYA JADIKAN BUKU
SEBAGAI GAYA HIDUP
Hari (05-12-13) saya dan istri pergi ke kampus UIN SUSKA
RIAU. Menghadiri wisuda ponakan saya. Dari rumah kami berangkat sekitar pukul 11.30an.
Di jalanan cukup macet. Mungkin karena hari ini acara wisuda tersebut. Dan
tentunya tidak hanya diramaikan oleh para wisduawan/i tapi juga para tamu
undangan yaitu keluraga dan teman-teman meraka yang turut berbahagia dan
berbangga di hari ini.
Kami tetap melanjutkan perjalanan menuju UIN. Setelah dapat
tempat parkir. Kami pun menuju tempat acara wisuda. Saya tidak hanya sekedar
menuju tempat acara wisuda tapi juga “cuci mata”, epss, jangan salah tafsir
dulu. Cuci matanya jauh berbeda, yaitu “cuci mata pengusaha”, selalu melihat
peluang atau bisnis apa yang bisa digarap. Itulah kalau pengusaha di mana saja
selalu cuci mata “peluang usaha”.
Soalnya hari ini di jalan dan trotoar menuju PKM UIN SUSKA disulap jadi
pasar kaget. Beraneka ragam usaha, baik makanan, minuman, souvenier dan
sampai-sampai ada yang jual siput laut dicat warna-warni, masih hidup tentunya.
Wah..orang wisuda ramai, yang jualan juga tidak kalah ramainya.
Begitu banyak dagangan atau usaha yang ada di pasar kaget
tersebut hanya ada beberapa jenis usaha atau penjual yang tidak. Yaitu salah
satunya jualan atau bazar buku. Walaupun ada saya lihat yang jualan Al-Qur’an,
alhamdulliah. Yang menjadi tanda tanya saya adalah bukankah hari ini adalah
pengukuhan kaum intelektual, tentunya identik dengan buku atau ilmu. Lalu apa
seharusnya ada yang jual buku? Bisa saja harus ada yang mewakili kalaupun tidak
ada berarti belum. Ya belum dijadikan sebagai sesuatu yang lebih bermakna untuk
diperjual belikan pada moment yang nota benenya acara kaum intelektual apakah
itu sebagai kado dari orang-orang tersayang mereka.
Hari ini saya sengaja dan sudah diniatkan membawa kado
(bahkan sudah saya biasakan memberi kado dengan buku, terutama kado
pernikahan). Kadonya tidak sebuah souvenier yang akan jadi target debu jika
dipajang atau bunga yang saya pun belum atau apa artinya pada momen seperti ini
manfaatnya lebih jauh.
Bagi saya buku jika dijadikan hadiah akan lebih memberi
makna, manfaatnya jangka panjang. Misal jika kita memberi seseorang uang dua
puluh ribu rupiah akan habis dalam beberapa menit bahkan detik saja. Namun saat
kita memberi seseorang sebuah buku, katakanlah itu buku motivasi sukses
berwirausaha misalnya, bisa saja buku yang kita berikan sangat bermanfaat dan
membawa perubahan yang lebih baik baginya bahkan menjadi jalan suksesnya. Namun
bukan berati hadiah lain tidak baik, bisa saja kita berikan buku plus souvenier
bingkai photo.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan saya lagi, kira-kira dalam
acara seperti wisuda ini berapa orangkah yang berinisiatif memberikan kado
berupa buku? Di hari lahir seseorang apakah ada orang yang memberikan hadiah
buku, seberapa sering atau berapa orang? Mungkin bisa dihitung jari atau malah
sangat langka.
Intinya kebiasaan dari sebagian orang dalam memberi kado
adalah dalam bentuk benda yang kira-kira membuat seseorang yang diberikan akan
senang, bahagia atau bahkan sebaliknya sesuatu yang mubazir, tapi masih jauh
dari hal yang bermakna seperti halnya kado berbentuk buku, kaset ceramah dan
VCD motivasi.
Nah, dari hal-hal yang kita lihat dan alami selama ini sudah
saatnya kita berupaya mengarahkan kebiasaan kita dalam berbagi kado ini pada
hal yang lebih bermakna bahkan kita jadikan sebagai gaya hidup. Mulai saat ini
“Say it with BOOKS” tidak selalu “Say it with Flower”. Tidak hanya dalam
berbagi kado namun dalam semua aspek kehidupan kita.
Milai saat ini jadikan membeli buku sebagai gaya hidup.
Mengoleksi buku sebagai gaya hidup. Membuat pustaka pribadi sebagai gaya hidup.
Menghibahkan buku sebagai gaya hidup. Membelikan anak atau teman buku sebagai
gaya hidup. Meminjamkan buku sebagai gaya hidup. Dekat dengan buku sebagai gaya
hidup. Menulis buku sebagai gaya hidup. Menjual buku sebagai hidup dan
mengkampanyekan gaya hidup lebih bermakna dengan buku sebagai gaya hidup. We
love BOOKS. We Love Reading.!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar