Telah dibuka perpustakaan Al-Bonai dan Taman Baca Al-Bonai Rupa, lokasi di Kec. Bonai Darussalam, Rokan Hulu
Rabu, 31 Desember 2014
Melestarikan Pemikiran dengan Tulisan
Ide atau pemikiran yang kita punya bisa juga kita utarakan lewat lisan. Seperti berdiskusi, bercerita, berpidato, berceramah dan bentuk ungkapan lisan lainnya. Namun sangat disayangkan ide atau pemikiran kita hanya bisa dinikmati oleh para pendengar sebatas yang hadir saja, sementara orang di luar sana tentunya tidak mendapatkan informasi dari pikiran kita.
Terlebih lagi saat seorang yang berceramah tadi berhalangan hadir, sakit atau bahkan wafat maka terputuslah ide atau pemikirannya hanya pada yang mendengarkan dan tentunya ingatan manusia lambat laun bisa berkurang.
Berbeda halnya dengan tulisan. Tidak dibatasi ruang dan waktu bahkan nyawa sekalipun. Lihatlah pemikiran orang-orang besar yang sempat mereka tuliskan tetap bisa kita nikmati hingga hari ini. Tulisan, buku, kitab adalah hasil dari ide atau pemikiran yang mereka lestarikan semasa hidup mereka. Misalnya Imam An Nawawi dan Imam Al-Ghazali mereka sangat banyak menghasilkan tulisan, buku ataupun kitab. Mereka telah melestarikan ilmu dan pemikirannya selagi mereka masih hidup. Jadi salah satu cara terbaik melestarikan ide atau pemikiran kita adalah saat kita masih hidup, bukan setelahnya. Yaitu dengan menulis, sekarng!
http://muklisinalbonai.blogspot.co.id
fanspage: Muklisin Al-Bonai
FB: Muklisin Raya Al-Bonai
Cerita Akhir dan Awal Tahun
Saya pernah membaca atau mendengar kisah hidup seorang pada saat terakhir hidupnya ditanya, apa yang ia sesali? Ternyata yang ia sesali bukanlah terhadap apa yang pernah ia lakukan, tapi apa yang tak sempat ia lakukan (hal baik).
Kita semua tentunya punya cerita selama setahun hingga akhir tahun. Banyak suka dan duka yang kita arungi. Apakah salama setahun ini kita banyak mendapat dan berbuat soal kebaikan ataukah sebaliknya, hanya kita masing-masing dan Tuhanlah yang tahu.
Apakah ilmu, pengalaman, karya dan prestasi yang telah kita toreh sepanjang tahun ini? Adakah taraf ekonomi kita naik? Jalan hidup kita naik dan semakin baik? Bagaimana pula hubungan kita dengan Tuhan apakah telah lebih baik? Dengan sesama manusia dan makhluk lainnya bagaimana pula, sudahkan sewajarnya? Ataukah sebaliknya, itu pun kita masing-masing yang tahu benar kondisinya.
Semua paparan di atas mungkin belum mewakili, mungkin ada diantara kita yang hidupnya baik dan naik tahun ini, namun mungkin pula sebaliknya. Intinya di akhir tahun ini jadikan evaluasi, bagi yang sudah baik tetap pertahankan dan tentunya harus lebih baik mulai di awal tahun. Dan, yang belum juga lebih berjuang lagi, jadikan sebagai catatan cerita khusus sebagai pemicu dan pemacu agar bisa pada level yang diinginkan dan terus tidak hanya maju tapi naik. Satu cacatan penting tahun yang akan kita hadapi tetaplah baru walau tanpa kita rayakan. Ganti waktu perayaan dengan perenungan. Semoga!
Rimbo Panjang, Kampar, 31 Desember 2014. Pukul: 22.30 WIB
Jangan Lupa Ucapkan "Terima Kasih"
“Kata atau kebiasaan mengutarakan terimakasih tidak selalu benar-benar diajarkan di tempat format, akan tetapi itu diperlukan di lingkungan di mana kita hidup secara nyata.” Abu Hamka
TERIMAKSIH tidak hanya suatu hal yang kita lakukan untuk menunjukan rasa hormat, syukur atas apa yang dilakukan pihak lain kepada kita. Lebih jauh terimakasih adalah harta, aset yang sangat berharga bahkan bisa menambah memperpanjang umur penghormatan kita saat kita tidak memijak bumi lagi.
Orang yang tidak biasa dengan ucapan terimakasih sama saja ia memperlakukan lingkungan sosialnya sebagai pelayannya. Ketika ia mendapat bantuan atau pemberian dari orang lain namun ia tidak mengutarakan terimkasih maka kemungkinan kesempatan selanjutnya jauh untuk ia dapatkan. Orang seperti ini jauh dari pertolongan, orang yang telah menolong atau berjasa dalam hidupnya jauh dari penghargaannya.
Mungkin tidak semua orang yang kita bantu akan berharap balas budi. Akan tapi kalau kita tidak mengucapkan terimakasih sama sekali itu membuat kesan yang negatif bahwa orang yang dibantu tidaklah bersyukur mengucapkan terimakasih saja sulit.
Tuhan pencipta alam semesta saja mengatakan bahwa kalau seseorang itu pandai bersyukur maka Dia akan tambah nikmat tersebut. Akan tetapi jika ia tidak pandai bersyukur maka jangankan nikmat bertambah alih-alih murka-Nya yang akan diterima.
Ini menandakan TERIMAKASIH adalah hal yang super penting dalam hidup ini. Tertulis dalam kitab suci, tidak hanya manusia tapi Tuhan pun menegaskan betapa pentingnya berterimakasih baik dengan sesama manusia apalagi dengan yang Maha Kuasa.
Tidak berlebihan salah satu kunci sukses dalam hidup adalah menjadikan BERTERIMAKASIH dan BERSYUKUR sebagai kebiasaan kita. Baik saya, anda, bahkan Pemilik Langit dan Bumi tidak suka dengan orang yang tidak pandai berterimakasih.
Sepertinya sederhana dan mudah rasanya mengucapkan terimakasih, tapi kalaulah kita tidak membiasakan sejak dini atau sekarang ini kita mulai maka tidak semudah kata-kata tersebut.
Seperti sebuah kisah ini: suatu hari seorang siswa tingkat SLTP diantar oleh kakak ipar laki-lakinya dan setelah sampai ke sekolah ia langsung menuju ke kelas tanpa melihat kakak ipar yang mengantarnya dan tidak ada satu kata pun yang ia ucapkan apa lagi berterimakasih. Dan, itu berlanjut setiap pagi dan siang saat ia dijemput oleh kakak iparnya sampai di rumah. Kakak iparnya tidak terlalu ambil pusing, namun ia tetap ingin mengajarkan cara hidup beretika sosial kepada adik iparnya. Kemudian ia utarakan kepada istrinya hal tersebut dan meminta istrinya untuk menasihati adiknya tersebut. Sambil mengutarkan pendapatnya bahwa kalau dibiarkan sampai dewasa adiknya itu tidak akan biasa dan pandai berterimkasih, sekarang tidak masalah dengan kakak iparnya jika nanti dengan orang lain bagaimana? Tentu ini tidak baik bagi dirinya dan lingkungan. Inilah saatnya membiasakan hal tersebut sarannya.
TERIMAKSIH tidak hanya suatu hal yang kita lakukan untuk menunjukan rasa hormat, syukur atas apa yang dilakukan pihak lain kepada kita. Lebih jauh terimakasih adalah harta, aset yang sangat berharga bahkan bisa menambah memperpanjang umur penghormatan kita saat kita tidak memijak bumi lagi.
Orang yang tidak biasa dengan ucapan terimakasih sama saja ia memperlakukan lingkungan sosialnya sebagai pelayannya. Ketika ia mendapat bantuan atau pemberian dari orang lain namun ia tidak mengutarakan terimkasih maka kemungkinan kesempatan selanjutnya jauh untuk ia dapatkan. Orang seperti ini jauh dari pertolongan, orang yang telah menolong atau berjasa dalam hidupnya jauh dari penghargaannya.
Mungkin tidak semua orang yang kita bantu akan berharap balas budi. Akan tapi kalau kita tidak mengucapkan terimakasih sama sekali itu membuat kesan yang negatif bahwa orang yang dibantu tidaklah bersyukur mengucapkan terimakasih saja sulit.
Tuhan pencipta alam semesta saja mengatakan bahwa kalau seseorang itu pandai bersyukur maka Dia akan tambah nikmat tersebut. Akan tetapi jika ia tidak pandai bersyukur maka jangankan nikmat bertambah alih-alih murka-Nya yang akan diterima.
Ini menandakan TERIMAKASIH adalah hal yang super penting dalam hidup ini. Tertulis dalam kitab suci, tidak hanya manusia tapi Tuhan pun menegaskan betapa pentingnya berterimakasih baik dengan sesama manusia apalagi dengan yang Maha Kuasa.
Tidak berlebihan salah satu kunci sukses dalam hidup adalah menjadikan BERTERIMAKASIH dan BERSYUKUR sebagai kebiasaan kita. Baik saya, anda, bahkan Pemilik Langit dan Bumi tidak suka dengan orang yang tidak pandai berterimakasih.
Sepertinya sederhana dan mudah rasanya mengucapkan terimakasih, tapi kalaulah kita tidak membiasakan sejak dini atau sekarang ini kita mulai maka tidak semudah kata-kata tersebut.
Seperti sebuah kisah ini: suatu hari seorang siswa tingkat SLTP diantar oleh kakak ipar laki-lakinya dan setelah sampai ke sekolah ia langsung menuju ke kelas tanpa melihat kakak ipar yang mengantarnya dan tidak ada satu kata pun yang ia ucapkan apa lagi berterimakasih. Dan, itu berlanjut setiap pagi dan siang saat ia dijemput oleh kakak iparnya sampai di rumah. Kakak iparnya tidak terlalu ambil pusing, namun ia tetap ingin mengajarkan cara hidup beretika sosial kepada adik iparnya. Kemudian ia utarakan kepada istrinya hal tersebut dan meminta istrinya untuk menasihati adiknya tersebut. Sambil mengutarkan pendapatnya bahwa kalau dibiarkan sampai dewasa adiknya itu tidak akan biasa dan pandai berterimkasih, sekarang tidak masalah dengan kakak iparnya jika nanti dengan orang lain bagaimana? Tentu ini tidak baik bagi dirinya dan lingkungan. Inilah saatnya membiasakan hal tersebut sarannya.
Setiap Masa Penuh dengan Karya
Memperpanjang umur adalah dengan berkarya, karena ketika seseorang telah berlalu (wafat), ia akan tetap disebut, entah dengan maki atau puji. (Chaidir)
Tidak dipungkiri jika ingin menjadi manusia, pemuda luar biasa adalah dengan berkarya. Sangat berbeda orang yang semasa hidupnya pernah berkarya dangan yang tidak pernah sama sekali.
[El-Bonai]
Hikmah ini bermula dari perbincangan singkat dengan salah seorang sahabat saya, E. Krisdiyanto. Ketika itu kami berada di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (SUSKA), RIAU. Sebelum pergi meninggalkan kampus, saya dan sahabat saya melihat info di papan informasi. Di sana terlihat foto lima orang sahabat yang melanjutkan study di Mesir, dalam pengumuman itu adalah informasi tentang iftor dan reuni Al-Kautsar.
Ternyata sahabat saya tersebut alumni dari Al-Kautsar, ia mengatakan bahwa satu yang terdapat di dalam foto itu adalah sahabatnya satu sekolah dan seorang juga siswanya ketika ia mengajar Aliyah Al-Kautsar.
Untuk meyakinkan saya ia menunjukan beberapa buku yang dikirim oleh salah seorang sahabatnya yang berada di Mesir tersebut. Kebetulan bukunya berbahasa Arab, salah satu bukunya adalah karangan Imam Al-Ghazali.
Nah, kawula muda sebagai generasi penerus, apa yang terpikirkan oleh kita dari kutipan kejadian di atas tadi? Ada hal luar biasa yang tetap mengalir sesuai dengan berlalu zaman, yaitu karya. Mari kita menelaah, bahwa salah satu karya yang populer dan orang yang berkarya tersebut masih disebut juga walau mereka telah lama wafat. Contoh di atas adalah karya imam Al-Ghazali. Pernahkah kita bertemu dan bercakap-cakap dengan beliau? Tentu tidak, akan tetapi ketika kita membaca karyanya, maka seolah kita berdialog, mendengarkannya berbicara, seolah-olah beliau ada di depan kita. Sepertinya ia masih hidup. Ya, masih hidup dengan nafas karyanya.
Berkarya sangat banyak jenisnya, salah satu yang akan tetap dan mungkin bermanfaat ketika kita telah wafat adalah tulisan atau buku karangan hasil pemikiran kita. Maka dengan menulis, kita bisa memberi, berbagi, terutama ilmu secara masal.
Mungkin imam Al-Ghazali dan Prof. Dr. Buya Hamka, atau ulama besar lainnya tidak berpikir bahwa apa yang mereka tulis bisa populer dan dibutuhkan orang sepanjang zaman. Namun Mereka berkarya untuk kemaslahatan umat, yang mungkin bisa bermanfaat bagi orang banyak dan tidak menutup kemungkinan pada generasi penerus.
Salah satu kata bijak mengatakan, “Dengan menulis (berkarya) kita dapat diketahui oleh anak cucu kita, bahwa kita pernah hidup”. Benar adanya, karya, tulisan adalah salah satu jejak kehidupan seseorang.
Dengan menulis, kita bisa memperpanjang umur, kita bisa berbagi ilmu dan pengalaman walaupun nafas kita sudah berhenti berhembus. Maka menulislah, agar umur tetap panjang, tetap mengalir manfaat ilmunya. Rasulallah SAW bersabda:
“Jika anak adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalanya, kecuali tiga hal; sodakah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akan.” [HR. Abu Hurairah].
Berkarya merupakan pekerjaan yang mulia. Menulis adalah pekerjaan para ulama, pewaris para Nabi. Seperti yang dikatakan Saidul Tombang, wartawan Riau Pos, dalam pelatihan jurnalistik, Saidul Tombang bertutur bahwa menulis adalah ladang yang tak bertuan. Ladang yang sangat luas, dan tidak akan ada habisnya bagi siapa yang mau memanfaatkannya untuk kebaikan orang banyak. Karena ilmu harus diikat. “Ilmu itu ibarat udara yang kita hirup yang berlalu lalang, gagasan yang berhembus, dan ia hanya bisa dikumpulkan dengan tulisan. Selagi otak kita mampu berpikir disitulah selalu ada kesempatan menulis, dan menulis itu adalah memberikan identitas baru dan nilai tambah pada diri seseorang,” ujar Saidul, begitu ia biasa disapa.
Sungguh sangat disayangkan kita hidup di dunia, namun kita pergi tidak meninggalkan bekas, tidak meninggalkan prestasi, karya, tulisan yang bisa memperpanjang umur kita dan sekaligus tetap memberi manfaat bagi orang lain yang kita tinggalkan.
Alangkah istimewanya seorang anak muda atau siapa saja yang mengisi setiap masanya, yang terus berusaha memberi kebaikan, membuahkan karya, menuliskan sesuatu yang amat berguna bagi orang lain. Saidul Tombang menambahkan, ”Orang yang memiliki karya dengan orang yang tidak berkarya sangat berbeda.” Ya, sangat berbeda seorang pemuda yang berkarya dibandingkan pemuda yang tidak menyumbangkan apa-apa di masa mudanya.
Kurnia Budiyanti, salah seorang aktivis pemerhati dunia remaja, mengatakan bahwa seseorang sangat dihargai dan dinilai dari tingkat pemikirannya, semakin tinggi pemikirannya, maka semakin tinggi nilai kepribadiannya. Seseorang memiliki pemikiran dan kemudian dituangkannya disebuah tulisan akan menambah nilai dirinya. Nah, Bisa jadi seorang pelajar akan memiliki nilai lebih dari gurunya jika pelajar itu telah memiliki karya nyata. Karena orang yang berkarya sangat jarang kita temui, yang jelas kemampuan yang mereka miliki dalam berkarya dan menulis adalah nikmat dan karunia Allah yang mesti disyukuri dan tidak untuk disombongkan.
Isilah masa muda kita dengan nafas karya, belantara hidup ini sangat tidak bernilai ketika kita lewati tanpa berbuat sesuatu yang bermakna dan berarti. Cara sakti menimbulkan gagasan dalam menulis:
1. Banyak membaca.
2. Banyak berjalan.
3. Banyak bersilaturahm. [Bambang Trim]
By: MA
Tidak dipungkiri jika ingin menjadi manusia, pemuda luar biasa adalah dengan berkarya. Sangat berbeda orang yang semasa hidupnya pernah berkarya dangan yang tidak pernah sama sekali.
[El-Bonai]
Hikmah ini bermula dari perbincangan singkat dengan salah seorang sahabat saya, E. Krisdiyanto. Ketika itu kami berada di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (SUSKA), RIAU. Sebelum pergi meninggalkan kampus, saya dan sahabat saya melihat info di papan informasi. Di sana terlihat foto lima orang sahabat yang melanjutkan study di Mesir, dalam pengumuman itu adalah informasi tentang iftor dan reuni Al-Kautsar.
Ternyata sahabat saya tersebut alumni dari Al-Kautsar, ia mengatakan bahwa satu yang terdapat di dalam foto itu adalah sahabatnya satu sekolah dan seorang juga siswanya ketika ia mengajar Aliyah Al-Kautsar.
Untuk meyakinkan saya ia menunjukan beberapa buku yang dikirim oleh salah seorang sahabatnya yang berada di Mesir tersebut. Kebetulan bukunya berbahasa Arab, salah satu bukunya adalah karangan Imam Al-Ghazali.
Nah, kawula muda sebagai generasi penerus, apa yang terpikirkan oleh kita dari kutipan kejadian di atas tadi? Ada hal luar biasa yang tetap mengalir sesuai dengan berlalu zaman, yaitu karya. Mari kita menelaah, bahwa salah satu karya yang populer dan orang yang berkarya tersebut masih disebut juga walau mereka telah lama wafat. Contoh di atas adalah karya imam Al-Ghazali. Pernahkah kita bertemu dan bercakap-cakap dengan beliau? Tentu tidak, akan tetapi ketika kita membaca karyanya, maka seolah kita berdialog, mendengarkannya berbicara, seolah-olah beliau ada di depan kita. Sepertinya ia masih hidup. Ya, masih hidup dengan nafas karyanya.
Berkarya sangat banyak jenisnya, salah satu yang akan tetap dan mungkin bermanfaat ketika kita telah wafat adalah tulisan atau buku karangan hasil pemikiran kita. Maka dengan menulis, kita bisa memberi, berbagi, terutama ilmu secara masal.
Mungkin imam Al-Ghazali dan Prof. Dr. Buya Hamka, atau ulama besar lainnya tidak berpikir bahwa apa yang mereka tulis bisa populer dan dibutuhkan orang sepanjang zaman. Namun Mereka berkarya untuk kemaslahatan umat, yang mungkin bisa bermanfaat bagi orang banyak dan tidak menutup kemungkinan pada generasi penerus.
Salah satu kata bijak mengatakan, “Dengan menulis (berkarya) kita dapat diketahui oleh anak cucu kita, bahwa kita pernah hidup”. Benar adanya, karya, tulisan adalah salah satu jejak kehidupan seseorang.
Dengan menulis, kita bisa memperpanjang umur, kita bisa berbagi ilmu dan pengalaman walaupun nafas kita sudah berhenti berhembus. Maka menulislah, agar umur tetap panjang, tetap mengalir manfaat ilmunya. Rasulallah SAW bersabda:
“Jika anak adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalanya, kecuali tiga hal; sodakah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akan.” [HR. Abu Hurairah].
Berkarya merupakan pekerjaan yang mulia. Menulis adalah pekerjaan para ulama, pewaris para Nabi. Seperti yang dikatakan Saidul Tombang, wartawan Riau Pos, dalam pelatihan jurnalistik, Saidul Tombang bertutur bahwa menulis adalah ladang yang tak bertuan. Ladang yang sangat luas, dan tidak akan ada habisnya bagi siapa yang mau memanfaatkannya untuk kebaikan orang banyak. Karena ilmu harus diikat. “Ilmu itu ibarat udara yang kita hirup yang berlalu lalang, gagasan yang berhembus, dan ia hanya bisa dikumpulkan dengan tulisan. Selagi otak kita mampu berpikir disitulah selalu ada kesempatan menulis, dan menulis itu adalah memberikan identitas baru dan nilai tambah pada diri seseorang,” ujar Saidul, begitu ia biasa disapa.
Sungguh sangat disayangkan kita hidup di dunia, namun kita pergi tidak meninggalkan bekas, tidak meninggalkan prestasi, karya, tulisan yang bisa memperpanjang umur kita dan sekaligus tetap memberi manfaat bagi orang lain yang kita tinggalkan.
Alangkah istimewanya seorang anak muda atau siapa saja yang mengisi setiap masanya, yang terus berusaha memberi kebaikan, membuahkan karya, menuliskan sesuatu yang amat berguna bagi orang lain. Saidul Tombang menambahkan, ”Orang yang memiliki karya dengan orang yang tidak berkarya sangat berbeda.” Ya, sangat berbeda seorang pemuda yang berkarya dibandingkan pemuda yang tidak menyumbangkan apa-apa di masa mudanya.
Kurnia Budiyanti, salah seorang aktivis pemerhati dunia remaja, mengatakan bahwa seseorang sangat dihargai dan dinilai dari tingkat pemikirannya, semakin tinggi pemikirannya, maka semakin tinggi nilai kepribadiannya. Seseorang memiliki pemikiran dan kemudian dituangkannya disebuah tulisan akan menambah nilai dirinya. Nah, Bisa jadi seorang pelajar akan memiliki nilai lebih dari gurunya jika pelajar itu telah memiliki karya nyata. Karena orang yang berkarya sangat jarang kita temui, yang jelas kemampuan yang mereka miliki dalam berkarya dan menulis adalah nikmat dan karunia Allah yang mesti disyukuri dan tidak untuk disombongkan.
Isilah masa muda kita dengan nafas karya, belantara hidup ini sangat tidak bernilai ketika kita lewati tanpa berbuat sesuatu yang bermakna dan berarti. Cara sakti menimbulkan gagasan dalam menulis:
1. Banyak membaca.
2. Banyak berjalan.
3. Banyak bersilaturahm. [Bambang Trim]
By: MA
Langganan:
Postingan (Atom)